Kamis, 27 Maret 2008

Apa Akibat Penggunaan Air Tercemar Untuk Irigasi?

Dampak Penggunaan Air Tercemar Untuk Irgasi Pertanian dan Rekomendasi Penganannya

By: Baskoro Adi Prayitno

Abstrak: ketersediaan air merupakan faktor kunci bagi irigasi pertanian di Indonesia, konsumsi terbesar air diperuntukan bagi sektor ini. Air untuk irigasi pertanian biasanya menggunakan air permukaan seperti sungai dan danau. Sementara itu, beberapa penelitian terakhir mengindikasikan sebagian besar sungai utama di Indonesia telah tercemar baik oleh limbah industri maupun limbah domestik, bahkan dibeberapa tempat seperti di sebagian wilayah kota industri tingkat pencemaran air permukaan sudah melebihi batas ambang yang diperkenankan untuk konsumsi bahkan untuk irigasi pertanian. Penggunaan air tercemar di satu sisi berdampak positif terhadap penambahan inkam petani, tetapi juga berdampak negatif secara luas bagi kesehatan dan lingkungan. Diperlukan manajemen pengelolaan air irigasi yang tepat untuk hal ini, sebelum terlambat, seperti halnya kasus-kasus lingkungan yang lain.


PENDAHULUAN
Irigasi merupakan faktor kunci bagi ketahan pangan di Indonesia, air untuk irigasi pertanian di Indonesia sebagian besar kebutuhanya dipenuhi dari penggunaan air permukaan seperti sungai dan danau yang ditampung dalam bendungan-bendungan, sebagian kecil lainnya dipenuhi dengan menggunakan air tanah. Menurut Data sampai saat ini lahan pertanian di Indonesia yang beririgasi sebesar 1,971, 450 ha lahan pertanian (Prawiro, 2003), sedangkan kebutuhan air untuk 1 ha lahan sawah yang dikelola secara konvensional diperlukan sebanyak 1 liter/detik dengan asumsi laju kehilangan akibat penguapan 1-2 mm perhari, jika kita menghitung dengan cermat untuk satu kali musim tanam selama (3-4 bulan) maka akan dihabiskan air sebanyak 11.509. 200 liter/ha (Prawiro, 2006). Berapa air yang diperlukan untuk mengairi lahan pertanian sebesar di atas?, diperkirakan diperlukan sebanyak 100 milyar m3/tahun. Sementara dari sektor rumah tangga diperkirakan untuk per 1000 orang diperlukan air sebanyak 31.356 m3 /tahun, setiap mencetak sawah satu hektar selama setahun diperlukan air sebanyak 41.109 m3 /tahun, sehingga dapa disimpulkan setiap satu hektar sawah bersaing dengan sekitar 1.300 orang (Prawiro, 2006).
Sementara di sisi lain hasil pencitraan satelit luas hutan Indonesia hanya sebesar 18,57%, idealnya luas hutan harus mencapai 30% dari seluruh total wilayah agar keseimbangan air terjaga (Prawiro, 2006), keadaan ini mengakibatkan Indonesia menjadi daerah langganan Banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Permasalahan lain berkaitan dengan air adalah tingkat ketercemaran air yang terus meningkat dari tahun ketahun, hal ini disebabkan oleh laju populasi yang tidak terkendali dan fenomena industri ‘masuk desa’, akibat dibukanya ‘kran’ kebebasan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya secara mandiri, membuat daerah beramai-ramai ‘memikat’ investor untuk membangun industri di daerahnya dengan menawarkan tax yang menggiurkan dengan melupakan kajian dampak lingkungan, akibat dari hal ini adalah roda perekonomian menjadi bergerak dengan cepat seiring dengan gradasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh industri. Akhirnya hampir setiap pagi lewat koran dan siaran televis kita biasa mendengar bahwa tingkat pencemaran air, udara di kota X sudah diambang batas yang diperbolehkan.
Akibat dari apa yang digambarkan pada penjelasan sebelumnya terkait dengan tema di atas, adalah petani sebenarnya dihadapkan pada posisi tidak punya pilihan dalam menggunakan air untuk irigasi pada areal pertanianya karena supply air dan kebutuhan untuk irigasi sebenarnya tidak mencukupi, di sisi lain hampir sebagian besar sumber utama air irigasi tersebut terdedah oleh zat-zat pencemar dari kadar paling rendah sampai dengan yang paling tinggi dengan tidak memenuhi angka baku mutu air untuk pertanian, seperti Ph di bawah 5,5 dan lain-lain.
Terkait dengan hal tersebut, artikel ini hendak mendiskusikan apa dampak yang akan dialami jika permasalahan ini tidak segera tertangani, serta langkah apa yang sebaiknya kita lakukan untuk mereduksi permasalahan tersebut.

JENIS AIR YANG DIGUNAKAN UNTUK IRIGASI PERTANIAN

Berbicara tentang jenis-jenis air selalu tidak terlepas dari ‘cerita’ siklus hidrologi air. Akibat dari energi terjadi proses evaporasi pada permukaan bumi dan menghasilkan uap air, kemudian uap air ini akan mengalami kondensasi dan turunlagi ke bumi sebagai hujan (Lubis, 2007). Secara lebih jelas dapat di lihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Model Siklus Hidrologi Air (Lubis, 2007)

Hujan yang turun kepermukaan bumi, kemudian ada yang mengalir dipermukaan menjadi sungai, danau dan ada sebagian yang terus meresap ke dalam tanah dan sebagian ada yang menguap lagi, air yang mengalir dipermukaan di sebut dengan air permukaan, sedangkan yang meresap ke dalam tanah disebut dengan air tanah. Air yang dimanfaatkan untuk irigasi di Indonesia, biasanya menggunakan air permukaan ini sebagian kecil memanfaatkan air tanah.


Air Permukaan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya sebagian air hujan yang turun ada yang mengalir di daratan membentuk aliran sungai dan danau-danau, air macam ini baisanya disebut dengan air permukaan atau biasa disebut dengan surface water. Air ini biasanya dikumpulkan dalam bendungan-bendungan untuk keperluan irigasi pertanian dan pembangkit tenaga listrik, namun sayangnya karena air ini berada di permukaan tanah sehingga air ini sangat rentan terhadap pencemaran yang disebabkan oleh industri dan rumah tangga.

Air Tanah
Kebanyakan orang beranggapan bahwa air hujan yang turun ke bumi akan mengalir meretas bumi yang seterusnya mengalir menuju sungai dan akhirnya menuju ke dalam lautan. Sebenarnya bila kita cermati sebagian air tersebut akan meresap ke dalam tanah yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan air tanah. Banyak orang salah persepsi mengenai air tanah, mereka menganggap air tanah sebagai suatu danau atau sungai dalam tanah Padahal, hanya dalam kasus dimana suatu daerah yang memiliki gua di bawah tanahlah kondisi ini adalah benar. Secara umum airtanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah yang kita sebut dengan akifer (Wangsaatmaja, 2006). Pemanfaatan air tanah ini, hanya jika kita memompanya ke luar dari tanah. Pemanfaatan air tanah untuk irigasi pertanian biasanya dilakukan oleh lahan-lahan pertanian modern, sedangkan lahan pertanian tradisonal sangat tergantung pada supply air permukaan seperti dari sungai-sungai dan danau-danau.

PENYEBAB PENCEMARAN AIR
Akar dari permasalahan air termasuk pencemaran air untuk irigasi disebabkan oleh pertumbuhan populasi yang tidak terkendali, pertumbuhan populasi ini mengakibatkan terjadinya pergeseran penggunaan guna lahan (tata guna lahan) dari hutan dan pertanian menjadi wilayah pemukiman dan industri, di satu sisi perubahan ini membawa dampak perubahan ekonomi yang signifikan, namun di sisi lain perubahan ini banyak mengakibatkan permasalahan terhadap lingkungan, berkurangnya daerah resapan air akibat peralihan tataguna lahan mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air sehingga mengakibatkan banjir di musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu akibat pertambahan populasi dan perkembangan industri yang cukup pesat mengakibatkan produksi limbah industri dan domestic menjadi ikut-ikutan meningkat pula, dan hampir sebagian besar limbah-limbahj tersebut dibuang seenaknya di sungai-sungai tanpa terlebih dahulu melakukan treatment untuk mereduksi polutan-polutan berbahaya yang terdedah dalam air sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Terkait dengan hal ini sebagai contoh penelitian pada 20 sungai di Jawa Barat pada tahun 2000 menunjukkan bahwa angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)-nya melebihi ambang batas. Indikasi serupa terjadi pula di DAS Brantas di Jawa Timur, ditambah dengan tingginya kandungan amoniak. Limbah industri dan rumah tangga merupakan penyumbang terbesar dari pencemaran air tersebut. Kualitas air permukaan danau, situ, dan perairan umum lainnya juga menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Umumnya disebabkan karena tumbuhnya phitoplankton secara berlebihan (blooming) sehingga menyebabkan terjadinya timbunan senyawa phospat yang berlebihan. Matinya ikan di Danau Singkarak (1999), Danau Maninjau (2003) serta lenyapnya beberapa situ di Jabodetabek menunjukkan tingginya sedimentasi dan pencemaran air permukaan. Kondisi air tanah, khususnya di perkotaan, juga mengkhawatirkan karena terjadinya intrusi air laut dan banyak ditemukan bakteri Escherichia Coli dan logam berat yang melebihi ambang batas. Sementara di sisi lain hampir sebagian besar sungai yang telah disebutkan di atas merupakan sumber utama dari sumber air untuk irigasi di sebagian besar areal-areal persawahan di pulau jawa.


AKIBAT PENGGUNAAN AIR TERCEMAR UNTUK IRIGASI PERTANIAN

Akibat Bagi Kesehatan Manusia
Pengaruh penggunaan air tercemar untuk irigasi pertanian bila kita kaji sebenarnya dapat berdampak positif dan negatif terhadap manusia, namun dampak positifnya hampir tidak ada satu pun kajian ilmiah yang mendukungnya, kecuali bahwa penggunaan air tercemar untuk irigasi terbukti selama ini mampu menghasilkan income bagi para petani serta menjaga ketahanan pangan di negeri ini. Sedangkan dampak negatif dari penggunaan air tercemar terkait dengan kesehatan manusia tidak perlu disangsikan banyaknya.
Kasus penggunaan air tercemar untuk irigasi yang sangat terkenal terhadap kesehatan manusia adalah kasus di Tanzania, air irigasi tercemar ini menjadi vector nyamuk Malaria yang menyebabkan Tanzania menjadi salah satu daerah endemic penyakit malaria sampai saat ini (Armon, 2002). Pengaruh negatif lain akibat penggunaan air tercemar dalam irigasi pertanian adalah kandungan air tercemar yang biasanya mengandung bakteri-bakteri patoghen dan racun-racun kimia, terkait dengan hal ini ada empat kelompok orang yang sangat berisiko tertular patoghen atau ‘teracuni’ zat kimia yaitu, 1) petani dan keluarganya, 2) buruh-buruh tani yang bekerja di lahan yang menggunakan air tercemar, 3) konsumen yang mengkonsumsi produk pertanian yang diolah dengan menggunakan air irigasi yang tercemar, dan 4) semua orang yang berdekatan dengan area pertanian yang menggunakan air tercemar terutama yang paling beresiko adalah anak-anak dan orang tua.
Air tercemar banyak mengandung organisme-organisme yang berbahaya dan menyebabkan banyak penyakit, di dalam air tercemar banyak pathogen yang mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama sampai tertransmisikan ke tubuh manusia, seperti cacing-cacing parasit (Braton, 1993), bakteri-bakteri patoghen (Armon, 2002), dan lain-lain. Penyakit cacingan yang kita kenal selama ini salah satu penyebabnya diakibatkan dari penggunaan air tercemar dalam irigasi, selain jeleknya sanitasi lingkungan. Penyakit lain selain yang disebabkan cacing adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen, bakteri-bakteri ini dilaporkan dapat mengancam pengguna air tercemar dalam irigasi dan menyebabkan penyakit seperti cholera, typhoid, shighellosis, gardiasis, dan amaebiasis.
Sedangkan dampak negatif yang terkait kandungan zat kimia berbahaya dalam air irigasi yang tercemar dapat dijelaskan sebagai berikut; biasanya zat kimia berbahaya yang terdedah dalam air yang tercemar adalah unsur-unsur logam. Pada jumlah kecil biasanya logam-logam ini secara biologis sangat diperlukan, namun dalam jumlah yang besar dapat membahayakan bagi tubuh. Beberapa zat kimia yang sering ditemukan pada air tercemar untuk irigasi antara lain adalah cobalt, tembaga, dan seng (Armon, 2002), hal ini dikarenakan tanaman tidak mengasorbsi zat kimia ini, dan dalam keadaan melebihi ambang batas dapat berbahaya bagi manusia dan tumbuhan itu sendiri, beberapa laporan penelitian mengindikasikan jika tubuh terdedah polutan ini dalam jangka waktu yang lama akibat mengkonsumsi hasil produksi pertanian yang tercemar dapat memicu terjadinya kanker.

Akibat Bagi Tanaman Pertanian
Akibat penggunaan air tercemar untuk irgasi pertanian bagi tanaman pertanian, paling tidak dapat diklasifikasikan menjadi dua akibat yaitu, 1) akibat terhadap hasil produksi pertanian, 2) akibat terhadap mutu produksi pertanian, seperti kehadiran polutan dalam hasil pertanian, perubahan rasa, dan lain-lain. Harus diakui bahwa hampir sebagian besar air tercemar mengandung zat-zat organik yang dapat menyuburkan tanaman, namun kondisi sebenarnya dalam air tercemar biasanya zat organic ini dalam jumlah yang berlebihan, akibat dari hal ini yaitu menyebabkan kerusakan pada tanaman, sebagai contoh kelebihan kandungan nitrogen pada tanaman akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman secara vegetatif menjadi meningkat dari pada menghasilkan buah, selain itu dampak lainnya adalah mengakibatkan penundaan kemasakan buah, temuan ini biasanya ditemukan pada tanaman padi, jangung dan beberapa tanaman lain, bila hal ini terjadi maka dapat menimbulkan kerugian bagi petani karena turunnya produksi dan mutu hasil pertanian. Ancaman lain yang dihadapi adalah terkontaminasinya tanaman pertanian oleh logam-logam berat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman itu sendiri dan manusia yang mengkonsumsinya.

Akibat Bagi Tanah Pertanian

Tanah merupakan campuran dari mineral dan zat organik dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada tiap-tiap daerah, dengan alasan ini rasanya sangat sulit untuk mengkaji dan meneliti apakah penggunaan air tercemar (dengan pencemar zat organic) menyebabkan ‘masalah’ bagi tanah atau malah menyebabkan kesuburan bagi tanah. Sebagai contoh nitrogen merupakan salah satu zat organik yang banyak ditemukan dalam air yang tercemar. Nitrogen dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, misalkan nitrat, nitrit, ammonia, dan nitrogen itu sendiri, banyak tanaman hanya menyerap nitrat, tetapi bentuk lain ditranformasikan ke dalam tanah, namun sampai saat ini tidak ada kajian terhadap pengaruhnya bagi tanah. Permasalahan utama yang dihadapi oleh tanah, jika yang terbawa oleh air irigasi tercemar berupa logam, dalam jumlah yang normal logam ini tidak berdampak apapun bagi tanah namun dalam jumlah yang cukup besar dapat merusak struktur tanah, misalkan dapat meningkatkan PH tanah menjadi lebih asam atau lebih basa. Air irigasi tercemar yang membawa zat pencemar berbetuk solid lama-lama kelamaan akan mengumpul pada permukaan tanah dan menyebabkan tersumbatnya pori-pori tanah sehingga tanah menjadi tidak subur.

REKOMENDASI PENANGANAN
Permasalahan mengenai penggunaan air tercemar untuk irigasi merupakan masalah yang mendesak untuk dipikirkan bagaimana mencari solusi penanganannya, sebelum masalah ini menjadi besar seperti yang dialami oleh Tazmania. Akar masalah dari hal ini adalah tercemarnya air untuk irigasi pertanian akibat pembuangan limbah industri dan rumah tangga terutama pada air-air permukaan. Ada beberapa rekomendasi penanganan terkait dengan hal ini antara lain adalah:

1. Tindakan Pencegahan/Preventif
Polutan seperti logam berat, dan beberapa zat organik yang bersifat toksit yang dikeluarkan oleh industri biasanya sangat sulit untuk dihilangkan dari air yang tercemar, salah satu langkah yang paling sederhana adalah ‘mencegah’ terjadinya pengotoran limbah industri dan limbah domestik pada sumber daya air. Pabrik-pabrik diwajibkan mengolah limbah mereka sampai dengan tingkat aman sebelum dapat dibuang ke sungai-sungai, perlu juga dipromosikan cleaner industri processes, juga diperlukan pendidikan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan pada masyarakat sebagai penyumbang terbesar limbah domestik.

2. Treatment Terhadap Air Tercemar
Permasalahan utama dari permasalahan air saat ini adalah sebagian besar air permukaan sudah tercemar dengan tingkat yang semakin mengkhawatirkan dari wakti ke waktu. Terkait dengan hal tersebut selain tindakan preventif seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu langkah yang terpenting adalah usaha untuk ‘menyingkirkan’ polutan-polutan yang terlanjur terdedah di dalam air tercemar tersebut. Salah satu langkah yang dapat diambil terkait dengan hal ini adalah dengan melakukan treatment pada air yang sudah tercemar untuk menurunnkan kadar polutan dalam air sehingga layak untuk dimanfaatkan bagi kehidupan sehari-hari manusia termasuk irigasi.

3. Manajemen Air dan Penegakan Hukum yang Tegas
Kesemua solusi di atas tidak akan efketif jika tidak didukung oleh political will dari pemegang otoritas kebijakan. Pemegang kebijakan perlu mengeluarkan aturan yang memihak terhadap lingkungan tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi belaka. Banyak negara di dunia ini mempunyai sistem pemerintahan yang mal fungsi secara serius. Kebijakan yang diambil lembaga eksekutif dan legislative, daerah kabupaten dan daerah propinsi sering kali overlaping, tidak konsisten dan yang lebih parah tidak peka terhadap permasalahan lingkungan, terutama dalam hal pengambilan keputusan yang berkaitan kebijakan terhadap lingkungan. Banyak hukum yang telah dibuat tidak ditegakkan dan dapat ’dibeli’, mengakibatkan tidak berwibawanya aturan yang berkaitan dengan lingkungan di mata para pengusaha-pengusaha besar industri pencemar air . Penyebab lainnya yang tidak kalah penting adalah korupsi di hampir sebagian besar lembaga-lembaga negara, hal ini mengakibatkan negara kesulitan menggalang dana untuk konservasi dan perlindungan lingkungan, karena dana tersebut habis dikorup oleh pejabat-pejabat negara.
Terkait dengan permasalahan tersebut diperlukan kebijakan-kebijakan yang memihak terhadap lingkungan selain mengejar keuntungan-keuntungan ekonomis. Kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam aturan-aturan atau perundangan ini tetntunya akan tidak berarati dan mandul, jika tidak didukung penegakan hukum yang tegas dalam implementasi di lapangan.