KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP KEMAMPUAN ANALISIS DAN SINTESIS SERTA KETRAMPILAN BERKOMUNIKASI PADA MATA KULIAH BIOLOGI UMUM MAHASISWA STKIP HAMZANWADI SELONG.
Oleh:
Baskoro Adi Prayitno
Abstrak: Salah satu kelemahan yang dimilliki oleh sebagian besar mahasiswa, terutama mahasiswa Pendidikan Biologi di STKIP Hamzanwadi Selong, yaitu, (1) lemah berpikir tingkat tinggi (analisis dan sintesis), (2) kurang terampil mengkomunikasikan ciri objek biologi pada saat diskusi kelas, (3) kegiatan pembelajaran cenderung pasif, (4) sulit bekerja dalam kelompok, cenderung individualistis, (5) kurang termotivasi di dalam KBM. Untuk meminimalisasii kelemahan di atas peneliti mencoba menggunakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui kooperatif learning. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif learning lebih efektif secara sangat signifikan dibandingkan dengan pendekatan konvensional terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi (analisis dan sintesis) dan ketrampilan berkomunikasi.
Di dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi, dosen harus memiliki strategi agar mahasiswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan pembelajaran yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu dosen harus menguasai tekhik-tekhnik penyajian atau biasanya disebut dengan metode mengajar.
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh dosen agar materi pelajaran dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh mahasiswa dengan baik. Namun dalam kenyataan metode mengajar/teknik pengajaran yang digunakan oleh dosen untuk menyampaikan informasi kepada mahasiswa akan berbeda dengan metode mengajar yang dimaksudkan untuk memotivasi mahasiswa agar mampu menggunakan pengetahuan, keterampilan serta sikap. Metode yang digunakan untuk memotivasi mahasiswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar mahasiswa mampu berfikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri dalam menghadapi segala persoalan.
Oleh sebab itu penentuan metode mengajar yang akan digunakan harus selalu diawali dari situasi nyata di dalam kelas. Bila situasi di dalam kelas berubah maka cara mengajar pun juga harus berubah. Karena itulah seorang dosen sebagai ”pengendali” kegiatan belajar mengajar di dalam kelas harus menguasai dan tahu kelebihan dan kekurangan beberapa macam tekhnik pembelajaran dengan baik, sehingga dosen mampu memilih dan menerapkan teknik pembelajaran yang paling efektif untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Perubahan situasi dan tujuan pembelajaran di dalam kelas memerlukan kepekaan dosen, artinya seorang dosen harus mampu mendiagnosis masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selain itu dosen juga dituntut mampu menganalisis dan mendeskripsikan penyebab dari masalah serta mampu memilih pendekatan yang paling tepat untuk digunakan memecahkan masalah tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti berusaha berangkat dari hal-hal yang telah diuraikan di atas. Menurut pengamatan peneliti selama mengajar di jurusan pendidikan biologi angkatan 2004/2005 STKIP Hamzanwadi Selong NTB, sebagian besar mahasiswa mempunyai kelemahan yang hampir sama yaitu, (1) mahasiswa kurang mampu berfikir tingkat tinggi (sintesis dan analisis), (2) mahasiswa kurang terampil dalam mengkomunikasikan ciri-ciri objek biologi berdasarkan hasil pengamatan terutama pada saat diskusi kelas, (3) mahasiswa cenderung berlaku multiple D (datang, duduk, dengar, diam) sehingga kegiatan pembelajaran di dalam kelas cenderung pasif, (4) mahasiswa sulit bekerja sama dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis (5) mahasiswa kurang termotivasi di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Kelima kelemahan mahasiswa di atas diduga berasal dari kebiasaan belajar mahasiswa sebelumnya yaitu, (1) pada umumnya sebagian besar guru mereka pada saat duduk di bangku sekolah menengah bahkan dosen di perguruan tinggi dalam merumuskan tujuan pembelajarannya cenderung terbatas pada aspek koqnitif domain ingatan, pemahaman dan aplikasi saja, sedangkan domain analisis dan sintesis belum biasa dilatihkan pada siswa/mahasiswa, sehingga mahasiswa cenderung kesulitan untuk berfikir tingkat tinggi, (2) pada umumnya mahasiswa terbiasa belajar dalam kelas klasikal, jarang sekali mahasiswa belajar dalam kelompok, seandainya pun mereka belajar dalam kelompok biasanya hanya dalam kelompok yang homogen bukan kelompok yang ditata sedemikian rupa agar anggota kelompok benar-benar heterogen baik etnis, agama, maupun kemampuannya, hal ini diduga akan mengakibatkan mahasiswa kurang terbiasa bekerja dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, (3) strategi pembelajaran teacher centre yang lebih menekankan pembelajaran yang berpusat pada dosen menyebabkan tidak “teraktifkannya” potensi dan kemampuan mahasiswa dengan maksimal, mahasiswa hanya sebagai pendengar, seperti botol kosong yang dituangi air. Hal ini menyebabkan mahasiswa menjadi cenderung pasif dan kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, (4) materi pelajaran yang cenderung ”kering” menyebabkan mahasiswa tidak tahu relevansi materi pelajaran yang ia pelajari dengan kehidupan sehari-harinya sehingga materi kuliah hanya utopia belaka yang hanya ada dalam angan-angan tanpa bisa diterapkan dalam dunia nyata, sehingga motivasi mahasiswa untuk ”tahu” menjadi menurun.
Berdasarkan diagnosis dan deskripsi penyebab dari kelemahan mahasiswa di atas maka bisa diambil langkah pemecahan masalah sebagai berikut, (1) untuk mengatasi kelemahan mahasiswa kurang terampil bekerja dalam kelompok, maka perlu strategi pembelajaran yang lebih menekankan kegiatan pembelajaran dalam kelompok. Salah satu alternatif pembelajaran kelompok yang dapat digunakan adalah kooperatif learning, (2) untuk mengatasi permasalahan rendahnya motivasi dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (analisis dan sintesis), kurang terampil berkomunikasi, mahasiswa cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar, maka untuk mengatasi permasalahan ini perlu strategi pembelajaran yang banyak melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta strategi pembelajaran yang tidak hanya urusan transfer ilmu pengetahuan belaka, tetapi juga memperhatikan relevansi matakuliah terhadap kehidupan sehari-hari mahasiswa, sehingga motivasi mahasiswa dalam belajar menjadi lebih meningkat. Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang diduga mampu mengatasi kelemahan mahasiswa di atas adalah pembelajaran kontekstual.
Dipilihnya pembelajaran kooperatif untuk memecahkan permasalahan kurang terampilnya mahasiswa bekerja dalam kelompok karena pembelajaran kooperatif telah terbukti dapat, (1) meningkatkan kemampuan akademik siswa/mahasiswa melalui kolaborasi kelompok, (2) memperbaiki hubungan antara siswa/mahasiswa yang berbeda latar belakang etnis, agama, dan kemampuan, (3) mengembangkan keterampilan untuk memecahkan masalah melalui kelompok, (4) mendorong proses demokrasi di dalam kelas (Barba, dalam Susanto, 1999).
Dipilihnya pembelajaran kontekstual untuk memecahkan masalah lemahnya kemampuan mahasiswa berfikir tingkat tinggi (analisis dan sintesis), kurangnya keaktifan dan motivasi belajar mahasiswa, dan kurang terampilnya mahasiswa dalam berkomunikasi, karena pembelajaran kontekstual telah teruji keunggulannya baik terhadap hasil belajar maupun terhadap aspek kognitif lain seperti kemampuan menganalisis dan mensintesis, bahkan terhadap sikap dan perilaku. Hal tersebut didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Mamengko (2002) yang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual memungkinkan peserta didik terlibat secara langsung dalam memahami konsep-konsep mata pelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemampuan perserta didik yang meliputi pengetahuan (produk), respon siswa dalam proses pembelajaran (proses) dan kinerja.
Hal senada juga juga dinyatakan oleh Susilo (2001) yang menyatakan bahwa melalui pembelajaran kontekstual peserta didik dapat berlatih menekankan keterampilan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, berlatih mengumpulkan, menganalisis, mensintesis informasi dan data dari berbagai sumber, dan dari berbagai sudut pandang. Selain itu menurut Nurhadi (2002) pembelajaran kontekstual membantu pendidik dan peserta didik mengkaitkan konten (isi) mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, hal ini tentunya akan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang ia dapatkan di kelas dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan pembelajaran lebih menyenangkan dan menarik.
Berdasarkan uraian di atas sebagai upaya meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran pada mahasiswa STKIP Hamzanwadi Selong NTB khususnya mahasiswa pendidikan biologi angkatan 2005/2006 peneliti merasa perlu mencoba merancang penelitian yang berjudul “Keefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual Melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Analisis dan Sintesis) dan Keterampilan Berkomunikasi Pada Mata Kuliah Biologi Umum Mahasiswa Pendidikan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong NTB Angkatan 2005/2006”
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis penelitian quasi eksperimen dengan model rancangan pra-test dan pasca-test. Dalam rancangan penelitian ini sejumlah 80 mahasiswa pendidikan biologi angkatan 2004/2005 ditetapkan sebagai subjek penelitian, terdiri dari dua kelompok offring yaitu satu offring berjumlah 40 orang sebagai kelompok eksperimen, dan satu offring lainnya berjumlah 40 orang sebagai kelompok kontrol. Penentuan kedua kelompok ini ditentukan secara acak dari 3 offring yang ada.
Kelompok eksperimen dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif sedangkan kelompok kontrol menggunakan pendekatan konvensional dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan tanya jawab yang berorientasi terhadap produk.
Instrumen yang digunakan untuk menjaring data penelitian ini terdiri dari (1) daftar chek pembelajaran kontekstual, (2) daftar chek pembelajaran kooperatif, (3) daftar chek pembelajaran konvensional. Ke tiga daftar chek di atas digunakan untuk pengamatan kegiatan pembelajaran untuk data variabel bebas. Sedangkan instrumen untuk menjaring data variabel terikat berupa test ketrampilan analisis dan sintesis, serta daftar assessment tugas kinerja untuk menjaring data tentang ketrampilan berkomunikasi yang terdiri dari ketrampilan membuat tabel dan ketrampilan mepresentasikan hasil pengamatan.
Semua instrumen di atas sebelum digunakan dilakukan ujicoba kepada mahasiswa bukan responden yang mempunyai kemiripan dengan responden untuk mengetahui validitas instrumen, reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran soal, dan daya beda soal. Setelah didapatkan instrumen yang valid dan reliabel instrumen siap digunakan untuk menjaring data.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik inferensial yaitu analisis deskritif untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel. untuk membedakan ketrampilan analisis dan sintesis, ketrampilan berkomunikasi (membuat tabel data pengamatan) digunakan analisis kovarian, dimana skor rerata pra-test sebagai kovariatnya. T-test independent digunakan untuk menguji keefektifan ketrampilan berkomunikasi (presentasi). Namun sebelum analisis di atas dilakukan terlebih dahulu diadakan pengecekan normalitas dan homogenitas data sebagai prasyarat analisis statistik.
HASIL
Hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut, hasil analisis statistik deskriptif pada skor pratest pada kelompok eksperimen dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui kooperatif menunjukkan, skor rata-rata pra-test kemampuan analisis sebesar 18,54, skor rata-rata pra-tes kemampuan sintesis sebesar 18,63, skor rata-rata pratest kemampuan berkomunikasi sebesar 88,87 (membuat tabel). Sedangkan skor rata-rata pra-test pada kelompok kontrol (pendekatan konvensional) menunjukkan sebesar 18,47 untuk kemampuan analisis, 18, 40 untuk kemampuan sintesis, dan sebesar 89,62 untuk kemampuan berkomunikasi (membuat tabel).
Skor rata-rata pasca-test untuk kelompok eksperimen sebesar 34,18 untuk kemampuan analisis, 32,82 untuk kemampuan analisis, 212,60 untuk kemampuan membuat tabel, dan sebesar 50,19 untuk kemampuan presentasi. Sedangkan utuk kelompok kontrol sebesar 28,78 untuk kemampuan analisis, 29,30 untuk kemampuan sintesis, 200,8 untuk kemampuan membuat tabel dan 46,70 untuk kemampuan presentasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Skor Rata-Rata kemampuan Analisis, Sintesis, Ketrampilan Membuat Tabel, Ketrampilan Presentasi Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran.
No | Kelompok | Skor Pra Test | Skor Pasca test | ||||||
an | sin | tab | pres | an | Sin | Tab | pres | ||
1 | Eksperimen | 18.54 | 18.63 | 88,87 | - | 34.18 | 32.82 | 212.60 | 50.19 |
2 | kontrol | 18.47 | 18.40 | 89.62 | - | 28.78 | 29.30 | 200.8 | 46.70 |
Skor Maksimum |
43 |
44 |
280 |
|
43 |
44 |
280 |
60 |
Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan data terdistribusi normal dan tidak terdapat perbedaan varians secara signifikan (data homogen). Hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis kovarian menunjukkan penggunaan pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif lebih efektif secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional baik terhadap kemampuan analisis, sintesis maupun ketrampilan berkomunikasi (membuat tabel data pengamatan). Secara ringkas hasil pengujian divisualisasikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Analisis Kovarian
No | Variabel Terikat | F Hitung | Signifikansi
|
1 | Analisis | 70.056 | ,000 |
2 | Sintesis | 20,821 | ,000 |
3 | Membuat tabel data (komunikasi) | 25,456 | ,000 |
Hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji-t independent untuk menguji kemampuan komunikasi (presentasi) menunjukkan t hitung sebesar 9,60 dengan nilai signifikansi (p)= ,000 hal ini berarti pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif lebih efektif secara sangat signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berkomunikasi (presentasi) pada matakuliah Biologi Umum STKIP Hamzanwadi Selong.
PEMBAHASAN
Hasil pengamatan peneliti di lapangan secara faktual dapat diungkapkan bahwa, respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran kontekstual melalui kooperatif sangat positif. Hasil wawancara secara bebas antara peneliti dengan beberapa orang mahasiswa dapat dilaporkan bahwa mahasiswa sangat senang dengan model pembelajaran yang baru dilakukan, karena pembelajaran sebelumya terasa menegangkan, tidak pernah ada penghargaan (reinforcment) yang dilakukan oleh dosen melalui applause (tepuk tangan) seluruh mahasiswa atas keberhasilannya. Menurut pengakuan beberapa mahasiswa, belajar yang demikian meningkatkan rasa percaya diri, tidak membuat jenuh, ngantuk dan membosankan karena suasananya sangat menyenangkan dan banyak tugas yang dapat dikerjakan.
Pengakuan mahasiswa terhadap pembagian kelompok yang heterogen menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin, juga belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga ada perasaan kebersamaan dalam tiap kelompok. Mahasiswa yang berkemampuan tinggi merasa bangga dapat menjadi sumber bertanya bagi rekannya yang berkemampuan di bawahnya, sebaliknya mahasiswa yang berkemampuan rendah merasa tidak segan untuk bertanya kepada teman yang lebih pandai daripadanya.
Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual lebih efektif secara sangat signifikan terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi (analisis dan sintesis) mengindikasikan pendekatan ini mampu memperkuat, mengembangkan kemampuan kognitif tidak hanya aspek pengetahuan, pemahaman dan aplikasi namun juga kemampuan berpikir yang lebih tinggi dari itu seperti kemampuan analisis dan sintesis. Sebaliknya pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional ada kecenderungan mahasiswa dituntut mengingat konsep bukan diajak melakukan kegiatan untuk mendapatkan dari mana konsep itu diperoleh, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pada lama tidaknya penyimpanan pengetahuan dalam memori mahasiswa.
Sejalan dengan temuan penelitian ini Corebima (2002) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual akan memungkinkan peserta didik memproses informasii atau pengetahuan baru sedemikian rupa dalam alur pemikiran tingkat tinggi, sehingga informasi itu bermakna bagi mereka dalam kerangka acuannya sendiri. Hasil penelitian lain disampaikan oleh Slavin dalam Ibrahim (2000) mengungkapkan bahwa dari 45 laporan terdapat 37 laporan yang menunjukkan bahwa pada kelas kooperatif hasil belajar lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelas konvensional.
Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif lebih efektif secara signifikan dari pada pendekatan konvensional terhadap kemampuan berkomunikasi (membuat tabel data). Temuan ini mengisyaratkan bahwa, perlunya perencanaan pengajaran memperhatikan factor social, di samping factor kognitif. Dengan direncanakannya factor social dimasukkan kedalam tujuan pembelajaran, maka mahasiswa akan terlatih dalam menggali potensi dirinya.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang tidak hanya menekankan factor kognitif belaka tetapi juga factor lain seperti factor sosial adalah pembelajaran kontekstual dan kooperatif learning. Perencanaan pengajaran yang sengaja melibatkan aspek ini akan menjamin “ketrampilan” mahasiswa dalam factor social salah satunya adalah kemampuan berkomunikasi. Sedangkan pada pendekatan konvensional yang cenderung berorientasi pada produk (kognitif) aspek ini sering terlupakan.
Hal senada diungkapkan oleh Barko dan Putnam (1998) bahwa sesungguhnya belajar adalah suatu proses social dan budaya, oleh karena itu menjadi suatu kewajiban seorang pendidik memperhatikan factor tersebut selama perencanaan pengajaran. Lebih lanjut dikatakan, sifat dasar social dari belajar juga mengendalaikan penentuan tujuan belajar.
Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif lebih efektif secara signifikan dari pada pendekatan konvensional terhadap kemampuan berkomunikasi (presentasi). Hal ini menyiratkan bahwa pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif terbukti mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa dalam hal ini ketrampilan mempresentasikan hasil pengamatan, hal ini disebabkan pendekatan kontekstual dan kooperatif tidak hanya menekankan ketrampilan akademik saja tetapi juga kemampuan lainnya seperti kemampuan sosial, dan kemampuan vokasional. Salah satu kecakapan sosial yang dimaksud adalah kecakapan berkomunikasi.
Salah satu unsur pembelajaran kontekstual yang diduga paling berperan dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi (presentasi) di atas adalah learning community (masyarakat belajar). Di dalam masyarkat belajar setiap orang harus bersedia untuk berbicara, dan berbagi pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, dan berkolaborasi membangun pengetahuan dalam kelompoknya. Ketrampilan-ketrampilan di atas dilatihkan pada pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif dan tidak ditemukan pada pembelajaran konvensional, sehingga hal ini akan mengakibatkan kemampuan berkomunikasi kelas kontekstual melalui pembelajaran kooperatif cenderung lebih tinggi daripada kelas konvensional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; penggunaan pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif learning lebih efektif secara signifikan baik terhadap kemampuan analisis, sintesis maupun ketrampilan berkomunikasi (menyusun tabel pengamatan dan presentasi).
Saran
Dari hasil temuan penelitian dapat disarankan hal-hal sebagai berikut; (1) dalam rangka memberdayakan kemampuan bernalar mahasiswa khususnya pada mahasiswa semester awal, para dosen dapat mempertimbangkan untuk menerapkan pendekatan kontekstual dengan kombinasi kooperatif learning, (2) bagi penelitian lebih lanjut agar dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai keefektifan pendekatan kontekstual melalui kooperatif terhadap kemampuan berpikir lainnya seperti kemampuan evaluasi yang nota bene adalah ketrampilan berpikir yang tertinggi menurut taksonomi Bloom. Sehingga dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pengembangan pendidikan.