Namun apakah kampanye memperkenalkan kondom yang sudah menjadi tradisi tahunan ini adalah langkah yang tepat untuk mengurangi penyebaran virus HIV/AIDS yang mematikan tersebut?
LAWAN KONDOMISASI GENERASI MUDA
Setiap satu jam, seorang pemuda di Indonesia terjangkit HIV. Demikian menurut data Komisi Penanggulangan AIDS NAsional (KPAN). Menurut estimasi Departemen Kesehatan, hingga September 2008, jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sudah mencapai 21.151 kasus, yang terdiri dari 15.136 kasus AIDS dan 6.015 kasus HIV. Proporsi kelompok umur tertinggi kasus AIDS adalah pada usia 20-29 tahun sebesar 51,1%. Proporsi terbanyak pada kurun usia 20-29 tahun tersebut, mengimplikasikan bahwa terjadi transmisi dan penularan virus HIV pada kurun waktu 5-10 tahun sebelumnya yaitu pada usia 10-19 tahun. Data ini tentu sangat memprihatinkan, karena generasi muda yang berusia produktif paling rawan terhadap penularan virus yang sangat mematikan ini. Bila pemerintah dan kita sebagai elemen masyarakat tidak mengambil langkah yang tepat untuk menghentikan penyebaran virus yang saat ini sudah menjangkiti 32 propinsi yang ada di Indonesia, maka ke depan Indonesia akan mengalami “Lost Generations”.
Memperingati Hari AIDS Sedunia (HAS) yang jatuh pada tanggal 1 Desember, KPAN, BKKBN, DKT Indonesia menggelar Pekan Kondom Nasional yang diadakan pada tanggal 1-7 Desember 2008. Kegiatan ini diawali dengan Konferensi Kondom pada tanggal 1 Desember 2008 di Hotel JW Marriot yang dibuka oleh Menkokesra, Ir. H. Aburizal Bakrie. Acara ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang penggunaan kondom sebagai alat kesehatan dalam mengatasi penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HIV.
Kampanye seperti ini justru bisa menimbulkan pemahaman yang salah terhadap penggunaan kondom yang nantinya malah meningkatkan penyebaran penyakit yang sudah menjangkiti 194 kabupaten di Indonesia.
Kondom tidak akan berpengaruh pada pengurangan penyebaran virus HIV/AIDS, karena:
- Proses penularan virus HIV tertinggi adalah melalui penggunaan napza suntik (49,1 %) dan hubungan seksual 46,2 % (heteroseksual 42,1 % dan homoseksual 4,1 %). Jadi narkoba dan perilaku seks bebas adalah penyebab utama penyakit ini terus menyebar dan berkembang pesat di Indonesia;
- Ukuran pori-pori kondom yang lebih besar dari ukuran virus HIV. Hasil penelitian mengenai ukuran kondom dan virus ini sebenarnya sudah tersebar luas. Namun ternyata tidak menjadi perhatian atau mungkin sengaja diabaikan oleh para aktifis penanggulangan HIV/AIDS. Data menunjukkan bahwa ukuran pori kondom adalah 1/60 mikron (dalam keadaan tidak merenggang) menjadi 1/6 mikron dalam keadaan merenggang. Sedangkan ukuran virus HIV/AIDS adalah 1/250 mikron. Virus HIV/AIDS bias sangat leluasa untuk menembus kondom.
APA YANG HARUS KITA LAKUKAN
Terkait pencegahan HIV/AIDS, langkah-langkah berikut seyogyanya yang harus kita lakukan
- Bersama-sama “memutus mata rantai” penularan virus HIV/AIDS dengan melarang NARKOBA dan SEKS BEBAS serta menindak tegas pengguna NARKOBA dan pelaku SEKS BEBAS;
- “Mengkarantina” dan membuat prosedur yang benar untuk proses pengobatan orang-orang yang sudah positif terinfeksi HIV/AIDS;
- Memberikan penjelasan yang transparan dan benar mengenai kondom, bahwa kondom dirancang untuk alat kontrasepsi, bukan dirancang sebagai alat untuk pencegahan virus HIV/AIDS sehingga adalah tidak benar dan menyesatkan kalau kondom dapat mencegah HIV/AIDS;
- Menolak promosi kondom dengan menbagi-bagikan secara gratis ke tengah-tengah masyarakat, terutama ke sekolah-sekolah yang nantinya akan mendorong perilaku seks bebas;
- Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan HIV/AIDS tidak perlu menggunakan inform concern.