BELAJAR MEMAHAMI SATU SAMA LAIN
Oleh:
Cak Baskoro
Cak Baskoro
Menurut saya pemahaman bukanlah berdalih maupun menuduh, melainkan mengajarkan pada kita bagaimana menahan diri agar tidak lekas-lekas menyalahkan orang lain, seolah-olah kita steril dari kesalahan….
Tulisan ini berawal dari obrolan dari orang-orang kelebihan waktu di warung angkringan pinggir jalan, dengan hanya bermodalkan satu gelas JKJ hangat (Jahe, Kencur, Jeruk) seharga tiga ribu rupiah ngobrol ngalor-ngidul sampai tengah malam, bahkan kadang menjelang pagi, tidak pulang kalau tidak diusir penjaga warung (he..he..). Topik obrolan dari soal Tuyul sampai dengan masalah-masalah yang agak berat sampai super berat. (tapi yang sering topik pembicaraan sangat tidak berat he…he…)
Topik obrolan malam ini, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba membicarakan bagaimana memahami satu sama lain (mungkin karena sebagian besar dari kami adalah orang-orang yang jauh dari keluarga, yang bermasalah dengan masalah dipahami dan memahami…he…he…). Namun dalam tulisan ini, saya tidak hendak membicarakan bagaimana tips dan trik memahami dalam konteks keluarga yang saling berjauhan (karena saya juga sulit untuk paham dan memahami…he..he..). Saya mencoba membicarakan dalam konteks yang lebih luas “rumah kita” (baca: bangsa…wuihhhh…tingginya he..he..)
Saya pikir masalah memahami merupakan masalah yang sangat penting bagi kita. Barang kali Banyak dari kita percaya bahwa kata kunci dari memahami adalah komunikasi, di sisi lain planet ini -saat ini- dipenuhi dengan jaringan, telepon seluler, fax,internet dan alat komunikasi lainnya, pun demikian kesalahpahaman toh masih terus terjadi. Kenyataan ini menyadarkan saya bahwa ‘memahami’ tidak dapat digitalkan walaupun dengan menggunakan alat komunikasi yang super canggih sekalipun.
Konflik vertical dan horizontal di ‘rumah kita’ ini sebagian besar berakar dari ketidakmauan kita (kalau tidak boleh dikatakan ketidakbisaan) memahami satu sama lain. Permasalahan ini menurut saya merupakan masalah yang sangat besar, dan masalah ini adalah tanggung jawab dari sistem pendidikan kita. Mengajarkan dasar-dasar Biologi, Fisika dan ilmu-ilmu lainnya kepada anak didik merupakan masalah penting. Mengajarkan bagaimana memahami satu sama lain menurut saya adalah esensi spiritual pendidikan yang sejati/hakiki. Mengajarkan memahami satu sama lain kepada anak didik sebenarnya adalah melindungi moral kemanusiaan yang menjadikan jelas batas dan perbedaan kita dengan binatang.
HAKIKAT PEMAHAMAN
Memahami (comprehend) menurut Morin, berarti memahami bersama-sama secara intelektual. Pemahaman bekerja melalui inteligibilitas dan penjelasan. Penjelasan mengimpilikasikan adanya pertimbangan terhadap suatu objek. Pun demikian pemahaman itu melampaui penjelasan (pusing ya…he..he.. sama..he..he..). Penjelasan gampangnya kurang lebih begini “ketika saya melihat seorang anak kecil menangis, saya tidak akan memahami kesedihanya dengan hanya mengukur dan mengidentifikasi kandungan kimiawi yang ada pada air matanya, untuk memahaminya saya harus menggali dan menemukan kesedihan masa kecil saya sendiri, saya harus menempatkan dirinya sebagai diri saya dan saya sebagai dia. Kita harus menempatkan diri kita sebagai orang lain, dan orang lain sebagai diri kita, ego alter harus di ubah menjadi alter ego. Kata kunci dari konsep pemahaman ini adalah empati, simpati dan kemurahan hati.
PENYEBAB SULIT MEMAHAMI SATU SAMA LAIN
Sedikitnya ada tiga penyebab hambatan-hambatan internal terkait dengan sulitnya memahami satu sama lain, yang pada prinsipnya penyebab-penyebab tersebut mengantarkan kita pada perasaan menjadi satu-satunya seseorang di pusat dunia dan menganggap yang lainnya sebagai sesuatu yang sekunder bahkan tersier, tidak bermakna, kecil tak berarti, sebutir debu, numpang hidup dan musuh. Penyebab tersebut antara lain adalah;
Egosentrisme
Egosentrisme adalah kata lain dari pembenaran diri, pemujaan diri dan kecenderungan menimpakan penyebab semua kesalahan pada orang lain, hanya kitalah yang paling benar. Kita merendahkan perkataan dan perbuatan orang lain, kita memilih apa saja yang tidak disukai dan menolak apa yang disukai orang lain, kita hanya memilih kenangan yang menyenangkan dan menolak kenangan yang tidak menyenangkan, kita tidak memiliki kemampuan untuk mengkritik diri sendiri sehingga kita terbenam dalam alasan-alasan paranoid menyalahkan orang lain. Kita berpura-pura tidak pernah gagal dan lemah mengakibatkan kita tidak berbelas
kasihan terhadap kelemahan dan kegagalan orang lain.
Etnosentrisme dan Sosiosentrisme
Etnosentrisme dan sosiosentrisme menurut Morin penyebab utama terjadinya xenophobia dan rasisme yang berujung pada memperlakukan orang lain seolah-olah bukan manusia bahkan lebih rendah dari binatang. Hasil dari etnosentrisme dan sosiosentrisme adalah prasangka, rasionalisasi berdasar premis ngawur, pembenaran diri tanpa dasar, ketidakmampuan mengkritisi diri sendiri, penalaran paranoid, kesombongan, penghinaan, dan caci maki.
Pemikiran Reduktif
Terkait dengan hal ini filosof Hegel mengungkapkan ‘pemikiran yang abstrak akan memandang seorang pembunuh hanya dari kualitas abstraknya (yang terpisah dari akar permasalahannya), dan dengan cara pandang tersebut ‘memusnahkan’ sisa kemanusiaanya. Ketika sebuah pengetahuan mengenai sesuatu yang kompleks kemudian disempitkan(direduksi) menjadi satu unsur saja, dan unsur ini dianggap sebagai satu-satunya element paling penting, konsekuensi logisnya maka pemahaman akan sebuah pengetahuan akan berubah dari ujud aslinya, seperti yang dicontohkan oleh Hegel ketika kita membatasi (mereduksi) seorang manusia hanya dari sisi kejahatannya saja maka akan mengantarkan kita pada sikap prejudis dan memandang rendah orang lain.
BAGAIMANA MENDORONG TIMBULNYA PEMAHAMAN
Menurut saya pemahaman bukanlah berdalih maupun menuduh, melainkan mengajarkan pada kita bagaimana menahan diri agar tidak lekas-lekas menyalahkan orang lain, seolah-olah kita steril dari kesalahan. Bagaimana kita dapat mendorong timbulnya pemahaman?
Introspeksi Diri
Introspeksi mempunyai arti memahami kelemahan dan kegagalan diri. Jika kita menyadari bahwa kita semua bisa dan pernah berbuat salah, rapuh, dan tidak sempurna akan mengantarkan kita pada pemahaman bahwa semua dari kita sama-sama membutuhkan pemahaman, tidak selayaknya kita memposisikan diri sebagai hakim atas segala sesuatu.
Keterbukaan Terhadap Sesama
Memahami orang lain menuntut adanya kesadaran akan kompleksitas manusia, kita harus menyadari bahwa manusia tidak boleh direduksi sebatas bagian kecil darinya atau bagian terburuk dari masa lalunya. Kita mengenal Anton Medan mantan preman menjadi ustad besar. Seseorang yang melihat jijik terhadap gelandangan di jalanan sesungguhnya telah mereduksi manusia hanya dari sebuah penampilannya.
Toleransi
Toleransi menurut Voltaire adalah sesuatu yang membuat kita menghormati hak orang lain untuk mengungkapkan hal-hal yang kita anggap tidak pantas, bukan karena kita menghargai hal yang tidak pantas itu, melainkan karena kita menghindari perbuatan mengucilkan orang tersebut dengan memaksakan pandangan kita terhadap kepantasan. Toleransi adalah sesuatu menghargai ungkapan pendapat yang bertentangan dengan pendapat kita. Toleransi adalah kesadaran ada kebenaran dalam ide yang bersebrangan dengan ide kita, dan ide itu adalah kebenaran yang harus kita hormati. Namun toleransi itu hanya berlaku untuk suatu ide, bukan
untuk serangan, anarkisme dan pembunuhan.
Bagaimana Pendapat Sampean….?
Malang, Sabtu, 28 Februari 2009
Mendadak Wise…he..he…
Salam
Baskoro Adi Prayitno
sedang belajar untuk memahami
Topik obrolan malam ini, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba membicarakan bagaimana memahami satu sama lain (mungkin karena sebagian besar dari kami adalah orang-orang yang jauh dari keluarga, yang bermasalah dengan masalah dipahami dan memahami…he…he…). Namun dalam tulisan ini, saya tidak hendak membicarakan bagaimana tips dan trik memahami dalam konteks keluarga yang saling berjauhan (karena saya juga sulit untuk paham dan memahami…he..he..). Saya mencoba membicarakan dalam konteks yang lebih luas “rumah kita” (baca: bangsa…wuihhhh…tingginya he..he..)
Saya pikir masalah memahami merupakan masalah yang sangat penting bagi kita. Barang kali Banyak dari kita percaya bahwa kata kunci dari memahami adalah komunikasi, di sisi lain planet ini -saat ini- dipenuhi dengan jaringan, telepon seluler, fax,internet dan alat komunikasi lainnya, pun demikian kesalahpahaman toh masih terus terjadi. Kenyataan ini menyadarkan saya bahwa ‘memahami’ tidak dapat digitalkan walaupun dengan menggunakan alat komunikasi yang super canggih sekalipun.
Konflik vertical dan horizontal di ‘rumah kita’ ini sebagian besar berakar dari ketidakmauan kita (kalau tidak boleh dikatakan ketidakbisaan) memahami satu sama lain. Permasalahan ini menurut saya merupakan masalah yang sangat besar, dan masalah ini adalah tanggung jawab dari sistem pendidikan kita. Mengajarkan dasar-dasar Biologi, Fisika dan ilmu-ilmu lainnya kepada anak didik merupakan masalah penting. Mengajarkan bagaimana memahami satu sama lain menurut saya adalah esensi spiritual pendidikan yang sejati/hakiki. Mengajarkan memahami satu sama lain kepada anak didik sebenarnya adalah melindungi moral kemanusiaan yang menjadikan jelas batas dan perbedaan kita dengan binatang.
HAKIKAT PEMAHAMAN
Memahami (comprehend) menurut Morin, berarti memahami bersama-sama secara intelektual. Pemahaman bekerja melalui inteligibilitas dan penjelasan. Penjelasan mengimpilikasikan adanya pertimbangan terhadap suatu objek. Pun demikian pemahaman itu melampaui penjelasan (pusing ya…he..he.. sama..he..he..). Penjelasan gampangnya kurang lebih begini “ketika saya melihat seorang anak kecil menangis, saya tidak akan memahami kesedihanya dengan hanya mengukur dan mengidentifikasi kandungan kimiawi yang ada pada air matanya, untuk memahaminya saya harus menggali dan menemukan kesedihan masa kecil saya sendiri, saya harus menempatkan dirinya sebagai diri saya dan saya sebagai dia. Kita harus menempatkan diri kita sebagai orang lain, dan orang lain sebagai diri kita, ego alter harus di ubah menjadi alter ego. Kata kunci dari konsep pemahaman ini adalah empati, simpati dan kemurahan hati.
PENYEBAB SULIT MEMAHAMI SATU SAMA LAIN
Sedikitnya ada tiga penyebab hambatan-hambatan internal terkait dengan sulitnya memahami satu sama lain, yang pada prinsipnya penyebab-penyebab tersebut mengantarkan kita pada perasaan menjadi satu-satunya seseorang di pusat dunia dan menganggap yang lainnya sebagai sesuatu yang sekunder bahkan tersier, tidak bermakna, kecil tak berarti, sebutir debu, numpang hidup dan musuh. Penyebab tersebut antara lain adalah;
Egosentrisme
Egosentrisme adalah kata lain dari pembenaran diri, pemujaan diri dan kecenderungan menimpakan penyebab semua kesalahan pada orang lain, hanya kitalah yang paling benar. Kita merendahkan perkataan dan perbuatan orang lain, kita memilih apa saja yang tidak disukai dan menolak apa yang disukai orang lain, kita hanya memilih kenangan yang menyenangkan dan menolak kenangan yang tidak menyenangkan, kita tidak memiliki kemampuan untuk mengkritik diri sendiri sehingga kita terbenam dalam alasan-alasan paranoid menyalahkan orang lain. Kita berpura-pura tidak pernah gagal dan lemah mengakibatkan kita tidak berbelas
kasihan terhadap kelemahan dan kegagalan orang lain.
Etnosentrisme dan Sosiosentrisme
Etnosentrisme dan sosiosentrisme menurut Morin penyebab utama terjadinya xenophobia dan rasisme yang berujung pada memperlakukan orang lain seolah-olah bukan manusia bahkan lebih rendah dari binatang. Hasil dari etnosentrisme dan sosiosentrisme adalah prasangka, rasionalisasi berdasar premis ngawur, pembenaran diri tanpa dasar, ketidakmampuan mengkritisi diri sendiri, penalaran paranoid, kesombongan, penghinaan, dan caci maki.
Pemikiran Reduktif
Terkait dengan hal ini filosof Hegel mengungkapkan ‘pemikiran yang abstrak akan memandang seorang pembunuh hanya dari kualitas abstraknya (yang terpisah dari akar permasalahannya), dan dengan cara pandang tersebut ‘memusnahkan’ sisa kemanusiaanya. Ketika sebuah pengetahuan mengenai sesuatu yang kompleks kemudian disempitkan(direduksi) menjadi satu unsur saja, dan unsur ini dianggap sebagai satu-satunya element paling penting, konsekuensi logisnya maka pemahaman akan sebuah pengetahuan akan berubah dari ujud aslinya, seperti yang dicontohkan oleh Hegel ketika kita membatasi (mereduksi) seorang manusia hanya dari sisi kejahatannya saja maka akan mengantarkan kita pada sikap prejudis dan memandang rendah orang lain.
BAGAIMANA MENDORONG TIMBULNYA PEMAHAMAN
Menurut saya pemahaman bukanlah berdalih maupun menuduh, melainkan mengajarkan pada kita bagaimana menahan diri agar tidak lekas-lekas menyalahkan orang lain, seolah-olah kita steril dari kesalahan. Bagaimana kita dapat mendorong timbulnya pemahaman?
Introspeksi Diri
Introspeksi mempunyai arti memahami kelemahan dan kegagalan diri. Jika kita menyadari bahwa kita semua bisa dan pernah berbuat salah, rapuh, dan tidak sempurna akan mengantarkan kita pada pemahaman bahwa semua dari kita sama-sama membutuhkan pemahaman, tidak selayaknya kita memposisikan diri sebagai hakim atas segala sesuatu.
Keterbukaan Terhadap Sesama
Memahami orang lain menuntut adanya kesadaran akan kompleksitas manusia, kita harus menyadari bahwa manusia tidak boleh direduksi sebatas bagian kecil darinya atau bagian terburuk dari masa lalunya. Kita mengenal Anton Medan mantan preman menjadi ustad besar. Seseorang yang melihat jijik terhadap gelandangan di jalanan sesungguhnya telah mereduksi manusia hanya dari sebuah penampilannya.
Toleransi
Toleransi menurut Voltaire adalah sesuatu yang membuat kita menghormati hak orang lain untuk mengungkapkan hal-hal yang kita anggap tidak pantas, bukan karena kita menghargai hal yang tidak pantas itu, melainkan karena kita menghindari perbuatan mengucilkan orang tersebut dengan memaksakan pandangan kita terhadap kepantasan. Toleransi adalah sesuatu menghargai ungkapan pendapat yang bertentangan dengan pendapat kita. Toleransi adalah kesadaran ada kebenaran dalam ide yang bersebrangan dengan ide kita, dan ide itu adalah kebenaran yang harus kita hormati. Namun toleransi itu hanya berlaku untuk suatu ide, bukan
untuk serangan, anarkisme dan pembunuhan.
Bagaimana Pendapat Sampean….?
Malang, Sabtu, 28 Februari 2009
Mendadak Wise…he..he…
Salam
Baskoro Adi Prayitno
sedang belajar untuk memahami