Melalui Model Pembelajaran Inkuiri dalam Kelompok Kooperatif
Improving of the Comunication Ability and Critical Thingking with Implementing Inquiry Learning Model in Cooperative Group
Baskoro Adi Prayitno
Suudiyah
M. Alwi
Sumber Dana
Penelitian PTK, P2TK&KPT Dikti
Abstract: The problem which is investigated in this research is the implementation of inquiry learning model in cooperative group to improving abilty of comunication and critical thinking. The subject of this research is the students of class XII IPA at MA NW Pancor East Lombok NTB. To improving this problem the researcher using classroom action research (CAR) Design. In several cycles stimulatingly each cycle is the basic to revise the next cycle. There were 2 cycle implemented during 8 a week, its known that in the last cycle (cyle 2), the evidence has shown that there was an optimal change relate to the indicator of the success ness is 81,57 % the student get the grade over 70 (71,71) in critical thinking ability and 89,47% the student get the grade over 70 (72,76) in comunication ability. This showed that there is significant improvement from cycle to cycle. Therefore the use of inquiry learning model in cooperative group can improve the ability of comunication and critical thinking of the students.
Key Word: Comunication, Critical Thinking, Inquiry, cooperative
PENDAHULUAN
Penentuan metode mengajar yang akan digunakan seharusnya selalu diawali dari situasi nyata di dalam kelas. Bila situasi di dalam kelas berubah maka metode mengajar pun juga harus berubah. Karena itulah seorang guru sebagai ”pengendali” kegiatan belajar mengajar di dalam kelas harus menguasai dan tahu kelebihan dan kekurangan beberapa macam teknik pembelajaran dengan baik, sehingga guru mampu memilih dan menerapkan teknik pembelajaran yang paling efektif untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Perubahan situasi dan tujuan pembelajaran di dalam kelas memerlukan kepekaan guru, artinya seorang guru harus mampu mendiagnosis masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selain itu guru juga dituntut mampu menganalisis dan mendeskripsikan akar penyebab dari masalah serta mampu memilih pendekatan yang paling tepat untuk digunakan memecahkan masalah tersebut.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan perbaikan kualitas pembelajaran juga harus berangkat dari permasalahan pembelajaran nyata di dalam kelas, tidak hanya ‘melulu’ berangkat dari kajian yang bersifat teoritis akademis tanpa mempertimbangkan permasalahan pembelajaran nyata di dalam kelas, karena bisa jadi permasalahan pembelajaran di dalam kelas satu dengan kelas lainnya berbeda walaupun dalam satu sekolah yang sama. Penelitian yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang tidak diawali dari permasalahan pembelajaran real yang dihadapi oleh guru dan siswa di dalam kelas, menyebabkan temuannya tidak aplicable dalam kancah nyata.
Menyadari hal itu dalam penelitian ini peneliti berusaha ‘berangkat’ dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, karena lokasi penelitian merupakan sekolah dimana peneliti utama tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, maka dipandang perlu melakukan observasi awal dengan melibatkan beberapa guru biologi pada MA NW Pancor sebagai mitra sejajar dalam penelitian ini. Observasi awal dan pelibatan guru biologi di sekolah tersebut sangat strategis dalam memberikan masukan dan informasi tentang permasalahan-permasalahan real pembelajaran Biologi yang dihadapi oleh siswa-siswa di sekolah tersebut.
Lokasi penelitian dipilih MA NW Pancor dengan pertimbangan strategis sebagai berikut; (1) sekolah ini merupakan sekolah binaan STKIP Hamzanwadi Selong, (2) sekolah ini termasuk sekolah dalam kelompok kategori sekolah dengan kualitas menengah menuju rendah dengan status diakui sehingga peneliti beranggapan banyak permasalahan-permasalahan pembelajaran biologi yang mendesak untuk segera dipecahkan di sekolah ini. Indikator makro banyaknya permasalahan pembelajaran biologi di sekolah ini ditunjang dengan data nilai rata-rata mata pelajaran biologi yang rendah yaitu sebesar 4,26.
Observasi awal pada sekolah MA NW Pancor dilakukan oleh peneliti utama pada tanggal 18 Juni 2006. Pada saat itu peneliti mengadakan pertemuan dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran biologi, berdasarkan hasil diskusi dalam pertemuan tersebut disepakati subjek penelitian ditetapkan pada kelas XII.IPA.B, dengan pertimbangan bahwa siswa pada kelas XII.IPA.B menurut penilaian kepala sekolah dan guru mata pelajaran biologi paling rendah nilai rata-rata hasil belajarnya pada hampir semua mata pelajaran, termasuk biologi, bila dibandingkan 2 (dua) kelas yang lainnya.
Observasi awal pada tanggal 18 Juni 2006 ini kemudian ditindaklanjuti oleh peneliti utama dengan mengikuti beberapa kali pertemuan tatap muka pada kegiatan belajar mengajar mata pelajaran biologi di kelas XII.IPA.B. Berdasarkan temuan-temuan selama kegiatan ini, peneliti utama bersama dengan dua guru mata pelajaran biologi sebagai anggota peneliti mengidentifikasi bersama permasalahan-permasalahan yang muncul selama proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, berusaha menemukan akar penyebab masalah, serta berdiskusi bersama untuk menemukan dan menentukan alternatif solusi pemecahan masalah yang paling tepat, efektif dan efisien untuk ‘mengobati’ permasalahan tersebut
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru biologi, serta beberapa kali mengikuti kegiatan pembelajaran pada saat kunjungan ke sekolah MA NW Pancor diperoleh informasi bahwa masih banyak konsep biologi yang masih sulit dipahami oleh siswa, siswa cenderung menghafal konsep seperti tertulis dalam buku paket mereka tanpa mereka paham maksud konsep tersebut. Salah satu contoh untuk mengilustrasikan hal ini adalah ketika guru menanyakan pada salah seorang siswa tentang apa yang dimaksud dengan simbiosis mutualisme, hampir semua siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar, ketika guru menanyakan contoh simbiosis mutualisme hampir semua siswa memberi jawaban burung Jalak dengan Kerbau seperti yang tertulis dalam buku paket mereka. Ketika guru meminta siswa memberi contoh lain selain burung Jalak dengan Kerbau semua siswa tidak ada yang bisa menjawab. Temuan lain selama kegiatan belajar mengajar adalah ketika guru meminta kelompok siswa mendiskusikan hasil kerjanya di muka kelas, kegiatan diskusi kelas tidak berjalan dengan baik, diskusi kelas hanya didominasi oleh 3-4 orang siswa, sedangkan yang lainnya cenderung berlaku multiple D (datang, duduk, dengar, diam), siswa sulit bekerja sama dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, hal ini dibuktikan dengan didominasinya kegiatan kelompok oleh 1-2 orang siswa, siswa kurang termotivasi di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan fakta-fakta dan data-data konkret permasalahan pembelajaran di dalam kelas dan diskusi dengan dua guru bidang studi biologi, berhasil diidentifikasi permasalahan pembelajaran biologi di kelas XII.IPA. B MA NW Pancor sebagai berikut, (1) siswa kelas XII.IPA.B cenderung menghafalkan konsep biologi seperti apa yang tertuang dalam buku paket mereka, sehingga kemampuan siswa dalam hal menganalisa, mensintesa, dan mengevaluasi (berpikir kritis) atas kumpulan-kumpulan fakta dan konsep biologi sangat rendah, hal ini dibuktikan ketika guru meminta siswa memberikan contoh simbiosis mutualisme selain yang tertera dalam buku paket mereka, semua siswa tidak bisa menjawabnya, (2) Siswa kurang terampil dalam mengkomunikasikan konsep dan fakta-fakta biologi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, hal ini dbuktikan dengan didominasinya kegiatan diskusi atau ceramah oleh 3-4 orang siswa saja, (3) siswa sulit bekerja sama dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, (4) siswa kurang termotivasi di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Keempat kelemahan siswa di atas berdasarkan diskusi antara peneliti utama dan dua orang guru biologi (anggota peneliti) diduga berasal dari akar masalah kebiasaan belajar siswa sebelumnya yaitu, (1) pada umumnya sebagian besar guru mereka pada saat duduk di bangku sekolah dasar, bahkan di sekolah menengah dalam merumuskan tujuan pembelajaran cenderung terbatas pada aspek koqnitif domain hafalan saja, sedangkan domain berpikir kritis analisis, sintesis dan evaluasi belum biasa dilatihkan pada siswa, sehingga siswa cenderung kesulitan untuk berfikir yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) sebagian besar siswa beranggapan bahwa pelajaran biologi adalah pelajaran yang harus dihafalkan sehingga banyak siswa belajar sebatas menghafalkan konsep-konsep biologi, (3) pada umumnya siswa terbiasa belajar dalam kelas klasikal, jarang sekali siswa belajar dalam kelompok, seandainya pun mereka belajar dalam kelompok biasanya hanya dalam kelompok yang homogen bukan kelompok yang ditata sedemikian rupa agar anggota kelompok benar-benar heterogen baik etnis, agama, maupun kemampuannya, hal ini akan mengakibatkan siswa kurang terbiasa bekerja dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, (4) strategi pembelajaran yang berpusat pada guru menyebabkan tidak “teraktifkannya” potensi dan kemampuan siswa dengan maksimal, siswa hanya sebagai pendengar, seperti ‘botol kosong yang dituangi air’. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Temuan ini sangat ironis secara ‘legal teoritis’ padahal menurut Dahar (1988) ditegaskan bahwa perkembangan intelektual siswa kelas dua SMU/MA sudah termasuk dalam kategori operasional abstrak, pada tahap ini seharusnya siswa kelas dua SMU/MA sudah mampu menganalisis dan melakukan sintesis kompleks abstrak. Kelemahan ini kemunculannya disinyalir dari pangkal kebiasaan belajar siswa sebelumnya seperti telah diuraikan di atas. Untuk mengatasi hal ini perlu diusahakan supaya siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, melalui kegiatan pengamatan, penemuan, problem solving, percobaan, dan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan daya berpikir dan kreatifitas siswa.
Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang ‘muncul’ dari kegiatan diskusi antara peneliti utama dam guru yang dianggap paling tepat untuk mengatasi permasalahan di atas adalah model pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif. Dipilihnya pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif dengan pertimbangan strategis sebagai berikut; (1) inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi pada proses, menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dengan memecahkan berbagai permasalahan (Anhern, 1999), (2) dengan pembelajaran inkuiri guru bersama-sama siswa mengenal permasalahan, mendefinisikan masalah, memecahkan masalah, dan membuat keputusan sendiri, dengan demikian diharapkan kemampuan berpikir kritis dapat dilatihkan, sehingga kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi siswa berkembang dengan baik (Haekeet, 1998), (3) proses pembelajaran melalui inkuiri dalam kelompok kooperatif melibatkan siswa dalam diskusi kelompok sehingga mereka akan lebih terampil mengkomunikasikan objek biologi, memahami konsep dasar dan ide-ide biologi dengan lebih baik, (4) pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif memungkinkan siswa belajar mencari tahu dari sesuatu yang belum diketahui, dalam upaya mencari tahu siswa lebih terbuka sehingga siswa dapat mengemukakan ide atau pendapat sesuai dengan pikiran atau inisiatifnya sendiri sehingga siswa dapat menunjukkan keanekaragaman berfikir kritis mereka (Anhern, 1999).
Selain alasan di atas pertimbangan strategis lain dipilihnya metode inkuiri dalam kelompok kooperatif didasarkan pertimbangan sebagai berikut; perkembangan ilmu biologi dan tekhnologi biologi dewasa ini maju dengan sangat pesat, dengan adanya perkembangan tersebut, maka untuk menghadapinya perlu mengembangkan kualitas pembelajaran. Dengan perkembangan tersebut sangat tidak mungkin bila dalam pembelajaran biologi, guru menyampaikan semua fakta dan konsep biologi pada semua siswanya. Oleh sebab itu guru dituntut dapat menenerapkan dan merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat membekali siswa agar terampil menemukan sendiri fakta dan konsep biologi. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk membekali ketrampilan ini kepada siswanya adalah dengan cara “mengajari’ siswa menemukan dan mengkonstruksi (membangun) sendiri konsep-konsep biologi, salah satu strategi pembelajaran yang dianggap paling tepat untuk hal ini adalah dengan menggunakan inkuiri dalam kelompok kooperatif.
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Dalam rancangan penelitian ini sejumlah 37 siswa kelas XII IPA MA NW Pancor ditetapkan sebagai subjek penelitian. Pada kelas ini dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif (model pembelajaran inkuiri dipadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD)
Instrumen yang digunakan untuk menjaring data penelitian ini terdiri dari (1) daftar chek model pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif, (2) daftar assesment tugas kinerja ketrampilan berkomunikasi, (3) Test kemampuan berpikir kritis, 4) daftar asesment partisipasi siswa, dan (4) Format umpan balik siswa terhadap pembelajaran. Semua instrumen di atas sebelum digunakan dilakukan ujicoba kepada mahasiswa bukan responden yang mempunyai kemiripan dengan responden untuk mengetahui validitas instrumen, reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran soal, dan daya beda soal. Setelah didapatkan instrumen yang valid dan reliabel instrumen siap digunakan untuk menjaring data.
Implementasi penelitian ini dilaksanan dalam bentuk implementasi rancangan model dalam dua siklus yang terkait secara simultan. Setiap siklus merupakan dasar bagi perbaikan siklus berikutnya. Selama 8 minggu dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus dengan rincian tahapan kegiatan sebagai berikut;
Siklus I
Tahap I. Perencanaan Tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan ini adalah sebagai berikut;
menyatukan persepsi bersama antar anggota peneliti tentang implementasi metode inkuiri dalam kelompok kooperatif dalam pembelajaran biologi di kelas.
peneliti utama dan anggota peneliti (2 orang guru bidang studi biologi) secara bersama-sama menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
peneliti utama dan anggota peneliti secara bersama-sama membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan motode inkuiri dalam kelompok kooperatif. Penyusunan skenario pembelajaran dilandaskan pada usaha dalam memberdayakan siswa untuk; (1) mengenal masalah, (2) mendefinisikan masalah, (3) memecahkan masalah, dan (4) membuat keputusan. Kesemua kegiatan tersebut dilaksanakan dalam kelompok kooperatif.
peneliti utama dan anggota peneliti membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar/metode belajar tersebut diaplikasikan di dalam kelas; lembar observasi tersebut meliputi, (1) chek list pembelajaran inkuiri, (2) chek list pembelajaran kooperatif, selain itu pula disiapkan alat-alat pengumpul data yang lain seperti kamera, tape recorder, handy cam, buku catatan untuk mencatat temuan-temuan penelitian yang tidak teridentifikasi oleh lembar observasi yang dibuat sebelumnya.
peneliti utama dan anggota peneliti membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka mengoptimalkan ketrampilan siswa dalam berkomunikasi dan berpikir kritis, misalnya, alat peraga, bahan/alat praktik dan lembar kerja (work sheet) siswa yang mendukung kegiatan inkuiri siswa.
peneliti utama dan anggota peneliti mendesain dua alat evaluasi untuk melihat; (1) apakah ketrampilan berkomunikasi siswa sudah dapat ditingkatkan, (2) apakah ketrampilan berpikir kritis siswa sudah dapat ditingkatkan. Alat evaluasi yang dikembangkan untuk mengetahui ketrampilan berkomunikasi siswa berupa daftar assessment tugas kinerja dalam membuat tabel data dan mempresentasikan data. Sedangkan alat evaluasi yang dikembangkan untuk mengetahu kemampuan berpikir kritis siswa berupa tes analisis, sintesis dan evaluasi.
Peneliti utama dan anggota peneliti secara bergantian melakukan simulasi kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode inkuiri dalam kelompok kooperatif, guna memperoleh model yang paling ideal sebelum diimplementasikan dalam tahap pelaksanaan tindakan. Observer kegiatan ini adalah semua anggota peneliti.
Tahap II. Pelaksanaan Tindakan
Pada dasarnya pada kegiatan ini adalah tahap pelaksanaan dari skenario pembelajaran yang telah direncanakan pada tahap perencanaan. Secara garis besar kegiatan tersebut adalah sebagai berikut;
guru dibantu dosen mengadakan pre-tes untuk mengetahui kemampuan awal siswa
guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengajukan pertanyaan secara lisan yang memancing curiosity siswa sehingga diharapkan pada diri siswa lahir pertanyaan-pertanyaan "apa, mengapa, bagaimana, dan bagaimana jika." terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Dosen dan anggota peneliti yang lain sebagai observer.
guru memberi penjelasan singkat tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa selama kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, dosen dan anggota peneliti yang lain sebagai observer.
guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil masing-masing beranggotakan 4 orang siswa. Pembagian kelompok ini mengacu pada model kelompok kooperatif yang menuntut kelompok heterogen dalam segala hal yang mungkin teridentifikasi, misal kemampuan akademik, jenis kelamin, asal daerah, etnis, agama, dan lain-lain. Dosen dan anggota peneliti yang lain sebagai observer.
guru mendistribusikan LKS (Lembar Kerja Siwa), alat peraga, bahan praktik, dan bahan-bahan lain penunjang kegiatan inkuiri siswa. Siswa melakukan kegiatan inkuiri dan diskusi secara berkelompok sesuai dengan petunjuk dalam LKS baik di dalam atau di luar kelas. Guru, dosen dan anggota peneliti yang lain membantu membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan tersebut.
Siswa melaporkan kegiatan kerja kelompoknya dan ditanggapi oleh kelompok lain secara klasikal, Guru membimbing siswa menarik kesimpulan materi yang dipelajari, dosen dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat salah satunya mengamati ketrampilan berkomunikasi pada aspek mempresentasikan data.
Selama pelaksanaan pembelajaran guru dan anggota peneliti sekaligus mengadakan pengamatan terhadap kegiatan siswa.
Guru mengadakan post-tes ketrampilan berpikir kritis dan ketrampilan berkomunikasi aspek membuat tabel data untuk siklus pertama.
Tahap III Pengamatan Tindakan
Selama proses pembelajaran berlangsung observer (dosen dan dua anggota peneliti lainnya) melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa dan guru dengan menggunakan pedoman observasi yang telah disiapkan sebelumnya (chek list pembelajaran inkuiri, chek list pembelajaran kooperatif, daftar assesment tugas kinerja ketrampilan berkomunikasi). Temuan-temuan selama penelitian yang tidak terakomodasi dalam lembar observasi ditulis dalam catatan-catatan lapangan, dan rekaman kamera.
Semua anggota peneliti (guru dan dosen) merangkum hasil pemantauan dan hasil pre-tes dan pos-tes yang dilakukan pada siklus I untuk memudahkan dalam merefleksi tindakan.
Tahap IV Evaluasi dan Refleksi Tindakan
Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus pertama, peneliti utama bersama dua anggota peneliti lainnya (guru biologi) secara bersama-sama mengkaji dan membahas hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Bila diketemukan kendala-kendala, maka dicari alternatif pemecahanya secara bersama-sama antar anggota peneliti, kemudian alternatif pemecahan masalah tersebut akan dijadikan dasar dari revisi perbaikan-perbaikan pembelajaran di dalam kelas. Hasil revisi perbaikan-perbaikan ini akan dituangkan dalam perencanaan tindakan pada siklus ke II.
Siklus II
Pelaksanaan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I. Pada siklus II lebih mengacu pada mengoptimalkan hasil refleksi pada siklus I
Tahap 1 Perencanaan Tindakan
Mempelajari hasil refleksi pada siklus I yang merupakan dasar perbaikan dalam melakukan tindakan pada siklus II
Pada perencanaan tindakan persiapan guru sama dengan siklus I tetapi pokok bahasan yang disajikan berbeda yaitu ‘komponen-komponen/tingkat tropik dan aliran energi dalam rantai makanan’, serta revisi perbaikan pembelajaran hasil dari refleksi tindakan pada siklus I.
Tahap 2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I, tetapi berbeda dalam materi atau sub konsep, ditambah dengan perbaikan atau revisi sesuai dengan hasil refleksi pada siklus I
Tahap 3. Pengamatan Tindakan
Kegiatan pengamatan tindakan tidak jauh berbeda seperti yang telah dilakukan pada siklus I, kegiatan pengamatan dilakukan mulai awal sampai akhir tindakan pada siklus ke II
Tahap 4. Evaluasi dan Refleksi Tindakan
Prosedur kegiatan refleksi pada siklus II pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pada siklus I, yaitu refleksi dilakukan untuk melihat kekurangan-kekurangan pada siklus ke II, hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tindakan pada siklus selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Deskripsi Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ‘obat’ untuk memperbaiki kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri yang diintegrasikan (dipandu) strategi kooperatif sederhana (STAD). Pengintegrasian kedua strategi ini dimungkinkan karena sintaks diantara keduanya tidak bertentangan, sehingga hasil perpaduan ini menjadi penerapan kegiatan pembelajaran inkuiri di dalam kelompok kooperatif, artinya siswa melakukan kegiatan inkuiri di dalam kelompok kooperatif. Pengintegrasian inkuiri dengan kelompok kooperatif, dimaksudkan untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan berkomunikasi, dimana kedua strategi tersebut telah teruji secara empirik untuk kepentingan tersebut.
Dalam penerapan pemaduan kedua strategi tersebut peneliti mencoba ‘menjaga’ keterlaksanaan gabungan sintaks dengan membuat lembar observasi pembelajaran. Hasil implementasi gabungan strategi tersebut dalam usahanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan ketrampilan berkomunikasi akan dipaparkan sebagai berikut:
Tabel. 1 Data Hasil Penelitian Ketrampilan Berkomunikasi Tiap Siklus
Tabel. 2 Data Hasil Penelitian Ketrampilan Berpikir Kritis Tiap Siklus
Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata ketrampilan berkomunikasi dan berpikir kritis dari siklus ke siklus menunjukkan peningkatan, dari nilai rata-rata pada siklus I 69.07 dengan tingkat ketuntasan kelas 69.07% untuk ketrampilan berkomunikasi meningkat menjadi rata-rata 72,76 dengan tingkat ketuntasan kelas sebesar 89,47 pada siklus II. sedangkan untuk kemampuan berpikir kritis fenomena serupa juga terjadi dari nilai rata-rata 67.1 dengan ketuntasan kelas 50% pada siklus I meningkat menjadi nilai rata-rata 71,71 dengan tingkat ketuntasan kelas 81,57%. Hal ini berarti indikator ketuntasan yang telah ditetapkan telah terlampaui (70 nilai rata-rata nilai individu, dengan ketuntasan klasikan lebih besar atau sama dengan 80%) pada saat siklus II, hal ini berarti tindakan dihentikan pada siklus II ini.
Pembahasan
Hasil temuan ini dapat dijelaskan sebagai berikut; bahwa pembelajaran inkuiri dipadu dengan model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa melakukan kegatan menemukan dan menginvestiagasi sain dalam kelompok kooperatif, keadaan ini berakibat siswa terlibat langsung dalam menemukan dan memahami konsep-konsep pelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka, di satu sisi penggunaan pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan sosialnya termasuk kemampuan siswa berkomunikasi mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan.
Uraian di atas sejalan dengan pendapat Phillips (2002), mengemukakan inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran dengan strategi ini sangat terintegrsi meliputi penerapan proses sains yang menerapkan proses berpikir logis dan berpikir kritis. Oates (2002) mengemukakan penerapkan strategi inkuiri sains dalam pembelajaran menyebabkan siswa tidak hanya tahu menggunakan sains, melainkan juga memahami dengan benar apa sains tersebut. Anhern (1999) mengemukakan inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi pada proses, menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dengan memecahkan berbagai permasalahan.
Selaian didukung dengan teori rupanya uraian di atas juga didukung dengan temuan hasil-hasil penelitian di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Pujiastutik (2002) melalui studi ekperimentalnya menyatakan bahwa penggunaan metode inkuiri secara sangat signifikan lebih efektif dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa di SMP Laboratorium Univ. Negeri Malang.
Sedangkan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dalam kaitanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan ketrampilan proses sains tidak perlu diragukan lagi, banyak teori dan hasil penelitian yang mem-backup argumen di atas diantaranya ungkapan Ellis and Fouts (1993); Lawrence and Harvey (1998); Lord (2001) yang kesemuanya menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. Pembelajaran kooperatif, dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama-sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, sehingga kelompok bawah ini mendapat bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberikan pelayanan. Sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat dalam suatu materi pelajaran tertentu. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting dari pembelajaran kooperatif adalah terbentuk sikap menerima adanya perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hal ini didukung oleh Lord (2001) dan Dumas (2003) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak membeda-bedakan teman dalam bekerja sama. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan di masyarakat dalam budaya yang sangat beragam. Hal ini didukung oleh Lord (2001); Dumas (2003); Tejada (2002) mengemukakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial.
Temuan lain tentang pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh Slavin dalam Ibrahim (2001) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar dilakukan pada semua tingkatan sekolah dan kelas pada beberapa mata pelajaran dan dilaksanakan di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dari 45 laporan terdapat 37 diantaranya menunjukkkan bahwa kelas kooperatif cenderung menghasilkan hasil belajar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ibrahim (2000) yang berjudul “Modeling Pembelajaran Kooperatif” melaporkan 80% siswa merasa senang dan mengikuti pembelajaran berikutnya, Siswa antusias bekerja dalam kelompok, mengambil alih giliran dan berbagi tugas mencapai 87%, berarti pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat dibuat kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut; Penggunaan model pembelajaran inkuiri melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi siswa. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: dalam rangka pemberdayaan bernalar siswa, guru hendaknya menerapkan dan mencoba mengintergrasikan berbagai meodel pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.