KETIKA ILMU TIDAK ADA BEDA
DENGAN PUISI JOKO PIN DAN LAGU IWAN FALS
DENGAN PUISI JOKO PIN DAN LAGU IWAN FALS
Oleh:
Cak Baskoro Adi Prayitno
Saat ini ada kecenderungan ilmu tidak ada bedanya dengan bermain gitar, menyanyi atau membaca sajak cinta, ilmu mulai kehilangan kegunaan praktis kecuali hanya nilai estetis, ilmu lebih diorientasikan kepada pemenuhan kepuasan jiwa ilmuwan daripada untuk usaha memecahkan masalah pragmatis. Ilmu menjelma menjadi pengetahuan yang harus dihafal, agar bisa dikemukakan pada saat berdebat, makin hafal teori up to date makin hebat. Kalau sudah begini ‘apa beda antara ilmu dengan puisi Joko Pin atau Lagu Iwan Fals? Kini saatnya kita kembalikan aksiologi ilmu pada tempatnya yang ”benar”.
Saya yakin banyak dari sampean bingung atau paling tidak sedikit mengernyitkan dahi dalam ’memaknai’ maksud judul di atas. Mungkin sampean bertanya-tanya, apa kaitannya ilmu dengan puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals?. Sebagian besar orang mungkin menganggap tidak ada kaitannya antara ilmu dengan Puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals. Namun jika sampean seorang pencermat acara televisi, terutama acara debat dengan melibatkan ilmuan-ilmuwan ternama Indonesia, atau sampean termasuk dalam golongan orang-orang iseng yang tidak ada pekerjaan lain, selain mencermati pergeseran orientasi aksiologi ilmu di Indonesia, atau sampean seorang mahasiswa yang terbiasa melihat dan mendengar dosen-dosen dan profesor sampean yang luar biasa ketajaman berpikirnya, namun ketajaman berpikir ini tidak punya nilai praktis dalam membantu memecahkan masalah dalam dunia nyata, saya yakin sampean dapat mengetahui atau paling tidak dapat meraba maksud dan makna judul di atas. Bagi sampean yang tidak termasuk dalam ketiga golongan tersebut mari kita lihat bersama-sama apa yang mendasari saya ’berani’ mengatakan bahwa ada kecenderungan ilmu sudah tidak ada bedanya dengan Puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals terutama untuk konteks Indonesia saat ini.
BUKTI PERGESERAN AKSIOLOGI ILMU
Barangkali bukan merupakan hal yang aneh jika hampir setiap hari kita melihat acara televisi menayangkan acara debat dengan menghadirkan para ilmuwan-ilmuwan ternama di negeri ini, atau kita sering menghadiri bahkan terlibat secara langsung dalam acara-acara semacam itu. Mereka para ilmuwan sambil duduk minum teh atau kopi hangat ditemani makanan ringan lainnya berdebat tentang berbagai masalah, dari masalah nuklir sampai dengan masalah anak jalanan, mereka dengan sangat lihai menyahut, menyanggah, mempertahankan pendapat dengan didasari oleh teori-teori ilmiah yang paling up to date, sangat luar biasa...mengaggumkan.... Setelah itu....? Selesai...., tidak ada manfaat praktis yang diperoleh selain tepuk tangan dan decak kagum dari peserta diskusi...cck....cck...cck...., atau sebuah kepuasan jiwa bagi ilmuwan yang telah berhasil membuktikan ketajaman berpikirnya di arena perdebatan yang menantang dan mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai seorang ilmuwan.
Kalau keadaanya sudah begini, kata Prof. Jujun, ilmu sudah tidak ada bedanya dengan bermain gitar, menyanyi atau membaca sajak cinta, ilmu tidak lagi mempunyai kegunaan praktis selain hanya kegunaan estetis, ilmu lebih ditujukan kepada pemenuhan kepuasan jiwa ilmuwan daripa memecahkan masalah praktis. Ilmu sekedar pengetahuan yang harus dihafal, agar bisa dikemukakan pada saat berdebat, makin hafal teori yang up to date maka semakin hebat. Pertanyaan selanjutnya ‘apa beda antara ilmu dengan puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals?’, coba sampean pikirkan?..., jelas tidak ada bedanya kecuali perbedaan ejaannya i-l-m-u dan s-e-n-i, serta rombongan penggemar, rombongan penggemar iwan fals melabeli dirinya OI (orang Indonesia), rombongan penggemar slank melabeli dirinya Slanker, barangkali rombongan penggemar ilmuwan melabeli kelompoknya dengan nama kaum intelek, sedangkan secara esensi nyaris tidak ada beda diantara keduanya (ilmu dengan seni).
menurut hemat saya akar masalah dari hal ini adalah 'filsafat' mereka yang cenderung memandang rendah pekerjaan-pekerjaan yang berbau praktis-pragmatis, adalah tidak pada tempatnya jika seorang ilmuwan yang terhormat memikirkan masalah-masalah yang tidak sesuai dengan status sosial mereka, apa lagi melakukan tindakan-tindakan konkret, bukankah pekerjaan praktis yang memeras keringat adalah pekerjaan kaum kuli?...
KEMBALIKAN AKSIOLOGI ILMU PADA TEMPAT SEMULA
Kita semua sepakat bahwa Puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals adalah fungsional (bermanfaat) bagi kehidupan kita, Puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals memberikan kenikmatan batiniah, jiwa kita tergetar, terharu, tersentuh oleh lirik dan kata-kata yang artistik menembus dunia makna yang sulit terindra. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah luas, diri kita bertambah dewasa dan boleh jadi hal ini akan merubah sikap dan perilaku kita menjadi lebih bijaksana. memang kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak karya sastra dan lagu (seni) mampu mengubah sebuah peradaban di dunia ini.
Namun demikian harus tetap disadari, terdapat perbedaan fungsi antara seni dan ilmu, Lagu Iwan Fals mungkin menyadarkan kita tentang permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di negara kita, mungkin dengan lagu itu jiwa kita tergetar, menyadarkan kita bahwa sangat banyak permasalahan sosial disekitar kita, namun yang jelas kita tidak bisa memecahkan masalah sosial tersebut hanya dengan jiwa yang tergetar atau hanya dengan sekedar bernyanyi menyandang gitar. Ilmuwan perlu melakukan tindakan-tindakan konkret, tentu saja bukan dengan membentuk boy band atau vocal group melainkan melakukan kegiatan fungsional prakmatis berdasarkan keilmuan yang mereka miliki, bukan hanya sekedar berdebat tanpa manfaat praktis, kecuali hanya sekedar tepuk tangan atau decak kagum penonton (baca: peserta debat/diskusi) atas ketajaman berpikir mereka, sebagaimana ketika Joko Pin membacakan Puisi atau Iwan Fals menyanyikan lagu di hadapan para penggemarnya yang juga diiringi tepuk tangan dan decak kekaguman...
Menyitir Tulisan Prof Jujun, buku teks ilmuwan itu seharusnya tidak jauh berbeda dengan buku Primbon dukun ramal yang digunakan untuk konsultasi masalah praktis, tentu saja yang membedakan diantara keduanya adalah asas dan prosedurnya, jika ilmuwan buku primbonnya berdasarkan asas dan prosedur ilmu (metode ilmu/ilmiah), sedangkan primbon dukun asas dan prosedurnya didasarkan pada metode ngelmu/klenik. Kadang kala saya berpikir, barangkali maraknya iklan per-klenikkan yang membanjiri media masa kita, serta kecenderungan semakin banyaknya orang mendatangi dukun/paranormal untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hidup mereka, salah satunya disebabkan kegagalan para 'dukun ilmiah' ini (baca: ilmuwan) 'membumikan' teori-teori keilmuwan mereka, banyak dari mereka terjebak dengan hanya puas hanya sekedar tajam berpikir, tangguh ketika berdebat, namun 'impoten'ketika dihadapkan kepada kegiatan pemecahan masalah praktis.
Mungkin sampean menganggap saya sebagai seorang pragmatis, anggapan sampean barangkali ada benarnya, kalau kita mau berpikir lebih dalam, sebenarnya ilmu itu dikembangkan untuk apa? membantu mempermudah ’kehidupan’ manusia bukan?...
Ada Ilmuwan yang mau konser bareng dengan Iwan Fals atau Joko Pin?, sekedar membandingkan, tepuk tangan untuk siapa yang lebih meriah...
Bagaimana pendapat sampean?...
Malang-Surakarta, 17-18 September 2008
PBIO/FKIP UNS Surakarta
baskoro_ap@uns.ac.id, baskoro_ap@telkom.net
www.baskoro1.blogspot.com
BUKTI PERGESERAN AKSIOLOGI ILMU
Barangkali bukan merupakan hal yang aneh jika hampir setiap hari kita melihat acara televisi menayangkan acara debat dengan menghadirkan para ilmuwan-ilmuwan ternama di negeri ini, atau kita sering menghadiri bahkan terlibat secara langsung dalam acara-acara semacam itu. Mereka para ilmuwan sambil duduk minum teh atau kopi hangat ditemani makanan ringan lainnya berdebat tentang berbagai masalah, dari masalah nuklir sampai dengan masalah anak jalanan, mereka dengan sangat lihai menyahut, menyanggah, mempertahankan pendapat dengan didasari oleh teori-teori ilmiah yang paling up to date, sangat luar biasa...mengaggumkan.... Setelah itu....? Selesai...., tidak ada manfaat praktis yang diperoleh selain tepuk tangan dan decak kagum dari peserta diskusi...cck....cck...cck...., atau sebuah kepuasan jiwa bagi ilmuwan yang telah berhasil membuktikan ketajaman berpikirnya di arena perdebatan yang menantang dan mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai seorang ilmuwan.
Kalau keadaanya sudah begini, kata Prof. Jujun, ilmu sudah tidak ada bedanya dengan bermain gitar, menyanyi atau membaca sajak cinta, ilmu tidak lagi mempunyai kegunaan praktis selain hanya kegunaan estetis, ilmu lebih ditujukan kepada pemenuhan kepuasan jiwa ilmuwan daripa memecahkan masalah praktis. Ilmu sekedar pengetahuan yang harus dihafal, agar bisa dikemukakan pada saat berdebat, makin hafal teori yang up to date maka semakin hebat. Pertanyaan selanjutnya ‘apa beda antara ilmu dengan puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals?’, coba sampean pikirkan?..., jelas tidak ada bedanya kecuali perbedaan ejaannya i-l-m-u dan s-e-n-i, serta rombongan penggemar, rombongan penggemar iwan fals melabeli dirinya OI (orang Indonesia), rombongan penggemar slank melabeli dirinya Slanker, barangkali rombongan penggemar ilmuwan melabeli kelompoknya dengan nama kaum intelek, sedangkan secara esensi nyaris tidak ada beda diantara keduanya (ilmu dengan seni).
menurut hemat saya akar masalah dari hal ini adalah 'filsafat' mereka yang cenderung memandang rendah pekerjaan-pekerjaan yang berbau praktis-pragmatis, adalah tidak pada tempatnya jika seorang ilmuwan yang terhormat memikirkan masalah-masalah yang tidak sesuai dengan status sosial mereka, apa lagi melakukan tindakan-tindakan konkret, bukankah pekerjaan praktis yang memeras keringat adalah pekerjaan kaum kuli?...
KEMBALIKAN AKSIOLOGI ILMU PADA TEMPAT SEMULA
Kita semua sepakat bahwa Puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals adalah fungsional (bermanfaat) bagi kehidupan kita, Puisi Joko Pin dan Lagu Iwan Fals memberikan kenikmatan batiniah, jiwa kita tergetar, terharu, tersentuh oleh lirik dan kata-kata yang artistik menembus dunia makna yang sulit terindra. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah luas, diri kita bertambah dewasa dan boleh jadi hal ini akan merubah sikap dan perilaku kita menjadi lebih bijaksana. memang kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak karya sastra dan lagu (seni) mampu mengubah sebuah peradaban di dunia ini.
Namun demikian harus tetap disadari, terdapat perbedaan fungsi antara seni dan ilmu, Lagu Iwan Fals mungkin menyadarkan kita tentang permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di negara kita, mungkin dengan lagu itu jiwa kita tergetar, menyadarkan kita bahwa sangat banyak permasalahan sosial disekitar kita, namun yang jelas kita tidak bisa memecahkan masalah sosial tersebut hanya dengan jiwa yang tergetar atau hanya dengan sekedar bernyanyi menyandang gitar. Ilmuwan perlu melakukan tindakan-tindakan konkret, tentu saja bukan dengan membentuk boy band atau vocal group melainkan melakukan kegiatan fungsional prakmatis berdasarkan keilmuan yang mereka miliki, bukan hanya sekedar berdebat tanpa manfaat praktis, kecuali hanya sekedar tepuk tangan atau decak kagum penonton (baca: peserta debat/diskusi) atas ketajaman berpikir mereka, sebagaimana ketika Joko Pin membacakan Puisi atau Iwan Fals menyanyikan lagu di hadapan para penggemarnya yang juga diiringi tepuk tangan dan decak kekaguman...
Menyitir Tulisan Prof Jujun, buku teks ilmuwan itu seharusnya tidak jauh berbeda dengan buku Primbon dukun ramal yang digunakan untuk konsultasi masalah praktis, tentu saja yang membedakan diantara keduanya adalah asas dan prosedurnya, jika ilmuwan buku primbonnya berdasarkan asas dan prosedur ilmu (metode ilmu/ilmiah), sedangkan primbon dukun asas dan prosedurnya didasarkan pada metode ngelmu/klenik. Kadang kala saya berpikir, barangkali maraknya iklan per-klenikkan yang membanjiri media masa kita, serta kecenderungan semakin banyaknya orang mendatangi dukun/paranormal untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hidup mereka, salah satunya disebabkan kegagalan para 'dukun ilmiah' ini (baca: ilmuwan) 'membumikan' teori-teori keilmuwan mereka, banyak dari mereka terjebak dengan hanya puas hanya sekedar tajam berpikir, tangguh ketika berdebat, namun 'impoten'ketika dihadapkan kepada kegiatan pemecahan masalah praktis.
Mungkin sampean menganggap saya sebagai seorang pragmatis, anggapan sampean barangkali ada benarnya, kalau kita mau berpikir lebih dalam, sebenarnya ilmu itu dikembangkan untuk apa? membantu mempermudah ’kehidupan’ manusia bukan?...
Ada Ilmuwan yang mau konser bareng dengan Iwan Fals atau Joko Pin?, sekedar membandingkan, tepuk tangan untuk siapa yang lebih meriah...
Bagaimana pendapat sampean?...
Malang-Surakarta, 17-18 September 2008
PBIO/FKIP UNS Surakarta
baskoro_ap@uns.ac.id, baskoro_ap@telkom.net
www.baskoro1.blogspot.com
5 komentar:
kalo nggak salah, seni bermain gitar itu kan juga harus ada ilmunya. atau jangan-jangan dia sudah menjelma menjadi ilmu memainkan gitar itu sendiri. salam kenal pak bas.
he...he..., makasih kunjungan dan komentarnya cak, tapi kita harus bedakan dulu definisi ilmu dan seni cak, semua yg mengklaim dirinya ilmu harus dicari dengan metode ilmu..gitu :) tebak2kan yuk..apa beda ilmu, ilmu pengetahuan, pengetahuan, tambah satu lagi ngelmu he..he...?
Mas Sebelumnya makasih ya udah nge komentar di Blog saya www.dhiez.wordpress.com hehe
Mas Blog theme nya bagus deh,,, gimana caranya?perasaan di Blogger ga da theme yg kaya gitu?
atau ngedit Css Html nya?hehe
mas link Blog aku ya di:
http://www.dhiez.wordpress.com
http://www.jualbeli-sellbuy.blogspot.com
makasih yaaa...harap dibalas komentar saya di Blog Wordpress saya saja...Maksih bnyk
terimakasih kunjungannya mas...
oia mas,,,
raLat saja,,,
Oi tuh bukan Penggemar Iwan FaLs,,,
utk penggemar ada sendiri,,,
thx mas,,
Posting Komentar